Ibn Rusyd, berjanjilah!
Suatu hari, ketika kita
berjauhan kau akan mengirimiku surat. Berlembar-lembar cerita tentang negeri
yang jauh, bahasa yang beda, orang-orang yang kau temui dan mengajakmu bicara,
teman-teman barumu, tempatmu tinggal, jalan-jalan yang kau lewati saban hari, pepohon
yang menarik hati, dan apapun yang ingin kau ceritakan padaku.
Jarak akan membuat
semuanya kaku, karenanya kirimkan aku surat. Sebanyak apapun yang kau inginkan.
Seperti bah-bah yang datang di musim hujan. Kadang dengannya bisa dihapus pelan
waktu-waktu yang seolah dihitung. Menuju bulan hingga genap tahun.
Kau bilang, seperti di
film saja. Memang. Aku tidak peduli ini seperti film atau bukan. Cukup kirimi
aku surat. Aku suka tulisan panjang. Aku suka mendengar kau bicara panjang
lebar, tentang kita, masa lalu dan masa depan, orang-orang sekeliling kita,
orang-orang yang tak ada hubungan dengan kita, tempat kita tinggal, negeri kita
yang pelik, pemikiran-pemikiran kita yang berkotak-kotak, dan banyak hal lain
yang kadang aku atau kamu sendiri sudah
tak ingat.
Surat barangkali tak
dapat mewakilkan rindu, tak ada kau dengan tawa lebar (yang seringkali
membuatku menahan tangan di bawah meja untuk tak bergegas menutup mulutmu yang
terbuka lebar), tak ada kau yang menatap ke dalam mata ketika bicara, tersenyum
setengah menggoda. Lihat, kau belum
pergi saja, aku sudah rindu.
Meskipun demikian, aku
sudah bersiap-siap seandainya kau tidak sempat mengirimiku surat dalam bentuk
surat. Kau boleh mengirimiku surat elektronik, kau boleh menghubungiku lewat
semua media sosial yang kita punya. Kapan saja. Tengah malam sekalipun.
Ibn Rusyd
Aku tahu, kita tak pernah
bisa menebak esok. Aku, sampai sekarang tak juga bisa menebak bagaimana hatimu,
tapi aku merasa dekat saja dengan hatimu. Merasa bahwa di sana, kau menyediakan
tempat untukku. Berjanjilah, meskipun jauh, kita akan baik-baik saja. Kau akan
menyuratiku dari sana. Berjanjilah kau akan pulang dengan hati yang sama.
-- May --