Puisi Nash Al Mayra


Sajak Sebelum Tidur
Bersama sepotong sepi, hujan pecah jadi puisi

Buntal awan gerayangi langit jengkal ke jengkal

Bersama sepotong sunyi, malam pulang sendiri

Dan awan mengajak ruh memintal mimpi

Aku melihat puisi membaca dirinya sendiri

Dan di sana ia jadi apa pun jadi


Petang-petang yang Hilang
Tapak-tapak kecil yang merindu Tuhan
Mengusung cinta: menggapit di lengan
Petang yang punah itu: kelabu, indah, atau hujan
Tapak-tapak kecil mencari ilmu Tuhan

Berpeganglah pada dua tali
Nicaya tak sesat kau selamanya, kata yang terkasih
Satu tali sedang digapit di lengan
Satunya lagi sedang dimasukkan ke hati

Tapak-tapak kecil yang merindu Tuhan
Petang yang punah itu: kelabu, indah, atau hujan
Tapak-tapak kecil masuk memungut amal

Pemimpi
Aku seorang pemimpi
Bermimpi ini bermimpi itu lalu mengabur

Dan bila menatap yang tertangkap
hanya lanskap sebuah risau berkapur
Menggumpal di sudut rapat
Tapi terus membaur

Bergumul dalam jiwa lusuh
Rapuh umpama dedaun di musim gugur
Layu di perangkap debu yang mengubur
Terbuang pada satu telikung
Sunyi rajam tak berampun

Banda Aceh, 2 Juni 2011, 23;01;43

Sekapal Dua Kapal
Serambi Indonesia, Minggu, 23 Oktober 2011

Sekapal dua kapal telah singgah di masing dermaga
Melabuh kata pada jengkal-jengkal papan tua
Mengabar bahagia yang dititipnya pada kisi dan sela

Lelaki tua mangu dekat tiang palka
Badai semalam menyisakan beberapa tetes asin di buritan
Dermaga sembab dan
Kisah indah belum lekang di papan
Belum sempat dijadikan sebuah citra sebentuk tulisan

Mendung
Serambi Indonesia, Minggu, 23 Oktober 2011

Tuhan sedang menidurkan matahari untukku
Lalu mengirim sepoi untuk berjalan di sisiku
Mendung di langit, mendung di hati
Mendung yang belum jua hendak mati
Dan Tuhan di singgasana-Nya
Mengirim kehendak yang tak sanggup ditebak

PPL, 18-21 Oktober 2011



Quote

Quote

Total Pageviews