Selasa, 15 Desember 2015

Apa kabar hari-hari lalu?

Ada seorang perempuan di muka pintu. Menatap gundukan semak tak jauh dari rumahnya. Beberapa meter dari pagarnya, rumpun bunga berbaris seperti menjadi ucapan selamat datang. Ia sering menatap semak itu. Menunggu seekor kelinci muncul sambil meloncat lucu ke hadapannya. 


Apa yang aku tulis?
Aku sendiri bingung. Aku berharap menuliskan sesuatu di sini. Aku malah ingat tahun-tahun lewat yang kujalani. Beberapa kenangan yang menarik senyuman, atau beberapa mungkin yang malah menciptakan kesedihan. Kebahagiaan yang tidak lagi sama kita jalani hari ini seperti tahun-tahun lalu, bukankah akan menjadi kesedihan di hari ini?

Aku terlalu melibatkan diri, kata temanku. Iya. sedangkan ia sama sekali tak ingin ikut terlibat. Kepahitan-kepahitan seperti lembar buku kosong yang akan selalu sama tiap di buka. Kenapa aku tak pernah menemukan kebahagiaan? Jika kebahagiaanku adalah sebentuk kebersamaan dengannya, maka salahkah doaku? Aku mendoakan diriku sendiri bahagia.

Baiklah. ini namanya pemaksaan. Aku tak mau memaksa, karena itu aku diam. Membiarkan waktu dan takdir menemukan diri mereka masing-masing pada kami.

Kamu pikir aku lelah?
Tidak. Aku tidah pernah. Hanya aku tidak ingin membuatnya lelah denganku.

Aku kecewa. tapi aku terlalu takut jujur tentang rasa kecewa itu. Oke, aku berusaha jujur. Tapi bisakah ia memahaminya? Bahwa kepahitan ini sama sekali tidak asik untuk dinikmati sendiri?

Perempuan barangkali punya batas untuk menunggu. tapi aku tidak. Aku sudah berjanji. Sekalipun kau dan beberapa yang lain mengatakan ini adalah tindakan bodoh.

Look, kau hanya belum jatuh cinta saja!.

0 komentar:

Posting Komentar

Quote

Quote

Total Pageviews