Ini baru beberapa hari usai pengumuman kelulusan Ujian Tulis, euforia masih kentara sekali. Beberapa orang masih mengulum senyum setiap kali lewat papan pengumuman, beberapa malah makin rajin bersiap untuk Ujian lanjutan kelulusan. Kelulusan, mungkin dipengaruhi beberapa hal juga, diantaranya kesiapan seseorang, ingatan yang baik, bertanya pada teman, dan ada juga yang melewatinya dengan curang. (Ops. Tak baik berburuk sangka.), dan yang terakhir doa-doa yang dikabulkan.
Pertama, kesiapan seseorang. Seberapa ia siap untuk ujian. Ujian butuh persiapan matang yang dimulai dari belajar secara intensif. Maksa? Enggak. Belajarlah senyaman mungkin. Kalau saya malah belajar ketika saya benar-benar menginginkannya. Biasanya mood akan bagus. (Ini sikap tak baik dan jangan ditiru.) atau saya akan belajar ketika kelompok belajar saya sudah mulai satu-satu memegang buku untuk dibaca, ribut dengan soal-soal dan pembahasannya. Nah mulailah saya ikutan.
Ingatan yang baik adalah pendukung untuk ujian. Hal-hal yang sudah dipelajari akan melekat seperti lem di ingatan kita. Mengingat, menurut saya, ya dengan mengulang-ulang materi yang sudah dipelajari dari A ke Z. Pelan-pelan saja. Jangan dipaksa karena sesuatu yang dipaksa tak pernah berdampak baik.
Ujian menurut kamus adalah sesuatu yang dipakai untuk menguji mutu sesuatu (kepandaian, kemampuan, hasil belajar, dan sebagainya). Saya setuju. Saya adalah orang yang akan berusaha mati-matian untuk tidak berbuat curang selama ujian, apapun hasil akhirnya. Alasannya karena saya sudah melewati masa-masa silam di sekolah menengah dan perguruan karena berkelakuan seperti itu. Sejujurnya, saya menyesal telah melakukan kecurangan-kecurangan yang sebaiknya dihindari. Persoalan lain, saya adalah orang yang senang menguji diri sendiri, "Ayo, kamu bisanya seberapa, May?" lalu, setelah ujian selesai, saya akan mengapresiasi diri sendiri. "Wow, Good May! and bla blaa" Narsis? Whatever! Itu cara saya.
Curang? Saya sudah katakan, saya menghindari itu. Saya juga kurang senang dengan begituan. Yah, harusnya saya juga tak membiarkan hal-hal begitu terjadi di muka saya. Saya kurang berani sih. Asik sibuk dengan perasaan 'takut menyakiti perasaan orang lain', 'takut dikucilkan', 'Ah, itukan urusan orang'. Hupf, Sebagian malah mengatasnamakan kekompakan untuk hal itu. Miris. Selanjutnya, bertanya pada teman juga salah satu kecurangan menurut saya, meskipun sebagian malah membenarkan, 'Kan ga curang-curang amat!'. Saya senang jujur.
Oke, Kelas saya dibagi tiga sesi ujiannya. Awal, tengah, dan akhir. Saya berada di sesi awal. Ini keberuntungan saya! Saya tak perlu mendengar bising-bising soal dari teman yang lain. Saya bisa konsentrasi. Saya dapat menyelesaikannya dengan baik. Setelahnya, sesi pertama memberi informasi tentang bentuk soal dan jawabannya, harusnya, harusnya ya, ini tidak perlu. Ujian benar-benar akan menguji kemampuan kita. Kenapa tidak kerjakan sendiri lebih dulu. Andalkan kemampuan sendiri. Tapi, tak ada yang mengaku mendengar soal ketika nilai sudah ditempel di pengumuman, semuanya 'We do it by ourself!'. Halah
Terakhir, tapi yang paling penting. Doa yang terjawab dan dukungan dari orang terdekat. Ini bikin saya terharu. Terima kasih untuk semua. :)
Terakhir, tapi yang paling penting. Doa yang terjawab dan dukungan dari orang terdekat. Ini bikin saya terharu. Terima kasih untuk semua. :)
*Dont read seriously. Ini iseng.

0 komentar:
Posting Komentar