Senin, 12 Maret 2012

Mengenangmu Satu Ketika

Dulu...
Sebelum mimpi buruk itu terjadi,
Aku pernah berharap,
Engkau yang akan bahagia menatapku,
Tertawa lepas memelukku
Damai dalam rengkuhmu,

Saat hasil kerja kerasku bisa kau maknai
Tanpa memojokkanku,
Tanpa memandangku rendah, bodoh..
Tapi kau bangga
Meski hasilnya adalah luka,
Ada kecewa..
Namun kau terus menyemangati,
Meski lewat belakang

Taukah engkau,
Impiku ketika toga diatas kepalaku?
Adalah melihat pijar bahagia dimatamu,
Menguntai harapmu yang kian membuncah,
Merindu tasbihmu dalam syukur yang sangat
Dan mengatakan,
“kau telah melewatkan sebagian cobaan itu,
Selamat, nak”


Ketika aku mulai sibuk bekerja,
Engkau penyemangat kala hampir patah,
Dan menghibur,
Bahwa masa depan adalah liku terjal
Yang akan indah suatu saat
jika ku sabar.

Hadiah terindah buatmu,
Adalah gaji pertamaku dari didikanmu
Dari pompaan semangat
Lewat nadi-nadi penuh cinta
Meski kau tak harap,
Meski kau tak ingin
Namun, itu ku impi

Suatu saat ia akan datang..
Menjemputku dan membawa pergi darimu
Tak lagi didekatmu..
Tak lagi kau tatap sehabis sembahyangmu
Tak duduk disampingmu saat makan,
Dan Engkau akan bahagia dihari itu,
Ketika ia menyuntingku,
Mengucap sumpah untuk menjagaku seumur hidupnya,
Mencintaiku sepenuh hatinya,
Dan menempatkanku sebagai teman hidupnya..
Serta pesanmu untuknya,
“jaga putriku baik-baik”

Ia yang ku hayalkan,
Menjadi yang kau sayang juga.
Ingin aku menatapmu dengannya,
Duduk diskusi diruang tengah..
Menyeruput kopi hangat
Yang masih menggempulkan asap harum,
Bercerita tentang apa saja
Mengajarkannya tentang hidup
Yang sungguh sangat berliku, katamu
Aku menyukai tawa kalian,
Cerita kalian,
Ah, Bapak dan menantu..

Permata hatiku adalah buah-buah rindu yang kau tunggu..
Mereka akan memanggilmu jadd..
Akan tertawa bersamamu,
Bermain dan bergurau,
Mengajakmu berkuda-kudaan,
Dan engkau akan mengajarkan pada mereka tentang semua hal
Aku ingin tawamu bersama mereka,
Tangan kokohmu yang mengangkat mereka,
Kecupan kangen untuk mereka,
Seperti itu...

Dan aku ingin mereka mencintaimu,
Melebihi cintanya pada ku..
Mereka milikmu,
Tawa-tawa yang kau tunggu dulu
Tangis di rumah yang sepi...
Rumah kita,

Namun, aku terlempar kuat..
Ini hanya mimpi yang tak sempat nyata
Karena engkau telah meninggalkanku
Jarakmu tak berkilometer..
Tak tersentuh waktuku.
Jauh, bapak.
Pamitmu juga tak terucap
Hanya pesan singkat alam mimpiku..
Terlalu luka..

Engkau tak sempat melihat hasilku..
Mengomentari nilaiku,
Menyemangatiku setelah gagal
Meski saat itu,
Untuk nilai semester pertama aku kuliah

Toga itu,
Semoga bisa kubawa depan rumahmu
Tempat peristirahatan terakhirmu
Aku ingin kau bahagia, bangga
Menatapku bertoga..
Meski ku sangat ingin,
Engkau datang dihari kelulusanku
Tersenyum senang ketika kau dengar namaku
Bersyukur bahagia saat itu
Namun engkau tak ada
Tapi, engkau pasti akan hadir,
Aku yakin,,

Ia juga tak dapat melihatmu,
Tidak kau sematkan kepercayaan untuk menjagaku
Tidak akan kau ajak ia menikmati kopi pagi
Seperti harapku...
Kau hanya akan hadir di hari aku bahagia
Ketika ia mengkhitbahku
Dihadapan para wali dan saudara
Kau ada meski tak berwujud..
Kau ada untukku

Mereka juga tak mengenalmu sebagai jadd,
Tak bisa mengukir bagaimana rupamu
Hanya akan kucoba sketsa pelan,
Menceritakan tentangmu pada mereka,
Mereka punya jadd yang istimewa
Yang keras namun tegas..
Yang pemarah namun baik hati,
Yang disiplin dan penyayang
Dan mereka akan bangga padamu..

Betapa saat ini aku rindu padamu,
Ingin menguntai cerita hidupku
Ada banyak luka,
Rindu hampa..
Serta gores-gores bahagia yang ingin kukatakan
Namun sempat terlewat,
karena tanpamu

Karena luka itu adalah bantahan nasehatmu,
Karena kecewa itu buah duka melawan katamu
Aku tersalah..

Kenangan itu milik kita,
Saat terakhir menatapmu adalah luka
Karena esok,
Matahari di matamu tak pernah kembali untukku
Senyum nan damai tak lagi kau beri
Semuanya hanya cerita cinta yang tak terlewat,
Antara aku, engkau dan mimpi-mimpiku
Yang tak lagi nyata...

Banda Aceh, 17 Agustus 2009,09:06 pagi minggu
[lagi kangen bapak.. ]


Minggu, 11 Maret 2012

Hujan dan Kenangan

Hujan selalu membuat keping-keping kenangan pecah berserak.


Tiba-tiba aku rindu.
Rindu hujan yang jatuh dari atap rumah.
Rumah memang selalu mampu menjadi satu mimpi. Mimpi tentang tawa, tentang suka, tentang cerita dan sepiring pisang goreng dengan teh hangat di teras atau mungkin saja luka-luka masa lalu yang kita ingat tanpa sengaja. Hujan berhasil menghantar kenangan itu dengan sempurna tanpa jeda saat kita benar-benar menikmatinya. Lantas kenangan itu pecah berserak pada satu sudut yang memang tak akan ingin kita ingat lagi.


Dalam pikiranku, Hujan dan Kenangan memiliki arti tersendiri karena mereka memiliki satu korelasi yang sulit dipisahkan.

Rintik jatuh terpisah namun bersama awalnya, sampai ke bumi mereka membaur, mengharumkan tanah, membentuk genangan, lalu sama-sama hilang. Sama halnya dengan kita, aku selalu berpikir kalau kita sama seperti hujan. Terpisah pada awal, lalu kita bertemu, bersama, menyemai tawa, mewarnai hari, hingga kita berpisah. Lewat rintik, kita mengenang satu hal. Kenangan tentang kebersamaan. Kebersamaan yang acap kali menimbulkan tawa, menciptakan cerita, kesalahpahaman, mengubah suka jadi duka serta banyak hal yang lain. Hujan seakan menjadi satu media untuk mempertemukan kita dan kenangan.


Ada banyak hujan yang kita lewati bersama, tanpa kita hitung, tanpa ada cerita, kadang ada sapa dan aku cuma harus tau, kau ada. Itu saja.




Kamis, 08 Maret 2012

TRADISI INTAT BEUET

Pendidikan agama merupakan hal paling mendasar dan paling utama untuk diajarkan kepada anak-anak. Melalui pendidikan inilah mereka mengenal siapa Penciptanya, bagaimana Sang Pencipta berkomunikasi dengan ciptaannya, serta berbagai hal mendasar lainnya yang pada akhirnya ketika mereka cukup dewasa mereka akan mengerti dan memahami  untuk apa mereka dilahirkan ke dunia ini dan apa yang mesti mereka lakukan dalam kehidupan mereka.
Secara tradisi, pembelajaran agama bagi si anak berawal dari rumah sebagai madrasah utama untuk mengenal Tuhan. Orang tua mempunyai peran penting dalam hal itu. Selanjutnya, di bale gampong/rumoh teungku dan di dayah.  Bagi seorang anak yang telah berumur 7-8 tahun, bila orangtuanya tak mampu mengajari membaca Alquran, maka anak yang bersangkutan akan diantar ke tempat pengajian di kampungnya, baik di Meunasah atau di rumah Teungku.
Sama halnya dengan kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh orang-orang di daerah Aceh Utara atau mungkin di beberapa daerah lainnya. Waktu/jam  belajar berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat pengajian lainnya, yakni antara sore dan malam hari. Namun, anak-anak biasanya akan belajar pada malam hari di tempat mengaji mereka. Di kampung saya, ada sekitar 10 tempat pengajian untuk anak. Ia boleh memilih dimana saja yang ia suka. Terkadang, anak akan memilih tempat yang sama dengan beberapa temannya.
Nah, hari yang dipakai untuk mengantar si anak biasanya jatuh pada malam Rabu atau malam Minggu karena malam-malam tersebut dianggap sangat baik dan afdhal untuk mengantar anak ke tempat pengajian (intat beuet). Karena konon katanya, supaya si anak betah di tempat pengajiannya maka dipilihlah malam tersebut.
Kebiasaan yang dilakukan oleh sang orang tua yang mengantar anak adalah membawa bu leukat ngon u mirah (nasi pulut dengan gula merah). U mirah atau u puteh adalah  kelapa yang dicampur gula merah atau gula putih yang dimasak atau disebut U teuwot. Lalu dimasukkan dalam talam kecil dan dihantar bersamaan dengan si anak.
Setiap hal yang dilakukan tersebut memiliki maksud tertentu. Misalkan nasi ketan, yaitu agar pelajaran yang diberikan cepat melekat di kepala (mudah diingat), karena nasi pulut itu bergetah/lekat. Sewaktu prosesi penerimaan yang dilakukan oleh guree, maka dikatakan "Sa, dua, lhee, peut, limong, nam, tujoh. Lage nyoe leukiet bulukat nyoe, meunan keuh beuleukiet ilme lam hatee"(satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh. Seperti nasi ketan yang lekat/bergetah ini, maka beginilah lengketnya ilmu dalam hatinya). Sang guree lantas menyuapi bu leukat pada si anak. Sementara, u mirah atau u puteh bermaksud supaya hati terang dan mudah menerima pelajaran (bek beunak hate).
Selain maksud di atas, bu leukat tadi juga berfungsi mengakrabkan pergaulan antara si murid baru dengan para murid lama. Sebab, setelah acara penyerahan murid baru selesai, maka bu leukat dan u mirah itu akan disantap bersama-sama.  Karena itu, para murid yang lama selalu berharap serta “berdo’a” agar sering ada murid baru yang diantar ke tempat pengajian sehingga mereka dapat lebih sering menikmati kenduri bu leukat.
Di tempat pengajian tertentu, ada pula ucapan khusus yang dilafalkan orangtua ketika menyerarahkan anaknya kepada Teungku. Yaitu: “Nyoe aneuklon lon jok keu Teungku, neupeubeuet!.  Meunye neupoh, meubek capiek ngon buta!” (Anak saya, diserahkan kepada teungku; ajarkan dia! Boleh dipukul, asal tidak pincang dan buta!). Pernyataan orangtua murid itu diucapkan sambil berjabat tangan/bersalaman antaranya dengan Teungku, sedang Teungku yang menerima murid baru itu  mengucapkan : “Insya Allah!”. Sejak hari pertama itu, maka bergelutlah sang anak -baik putra maupun putri- dengan pelajaran membaca  Alquran.
Tradisi mengantar anak semacam itu masih tetap ada di kampung kami. Anak akan diantar mengaji, maka sibuklah sang orang tua menyiapkan nasi ketan dan u teuwot.

Quote

Quote

Total Pageviews