Sayang !!
Bulan tinggal separuh ditutup awan. Malam merangkak memeluk langit. Aku juga masih di sini, mengenang kembali tentang penggalan kisah kita yang tak berujung. Maaf, aku pergi tanpa pamit, tanpa berucap salam pisah, tanpa memapar rentetan khilafku di masa lalu. Kurasa, Tuhan telah menggaris takdir yang menurutNya paling baik untuk kita. Tak ada yang benar-benar indah untuk sebuah perpisahan, bukan? Ia telah memilihku untuk melawat keabadian itu pertama kali. Kaupun demikian pada satu ketika.
Perpisahan itu sayang, yang kemudian memupuskan jarak kita dan memotong jalin kisah kita dengan terpaksa. Namun, pada perpisahan itu aku belajar untuk memberi dan menerima. Memberi yang bukan hak dan menerima pilihan takdir yang telah digariskan. Aku tak pernah punya cara untuk menolak. Kaupun juga pada nantinya.
Demikian juga dengan takdir yang menemukan kita tanpa sengaja di tepi pantai pagi itu. Hingga kita mengawal pagi-pagi lain bersama lagi. Pertemuan berkesinambung itulah yang kemudian menjadikan cerita kita semakin lengkap. Kau meminang hatiku tanpa kusadari. Tapi bukankah katamu, cinta sejati adalah cinta yang kita tidak pernah tahu kapan ia akan tiba? Aku sangat percaya padamu, sebagaimana Aku percaya pada cinta kita. Bagiku, Kau adalah keabadian untuk cinta.
Aku tahu, kau selalu mencintaiku dengan hati yang penuh, karena pada mata di kelopakmu Aku menemukan wajahku yang tak pernah lekang dan hengkang. Kau mematrinya kuat dalam indera. Adakah yang perlu kuragukan lagi tentang cinta? Ah, rindu ini melesak membuat nafasku mampat. Ingatanku terlempar pada satu malam ketika kita menatap langit yang tak berbatas, kau bisiki aku pelan, "Marlina, Aku tak pernah ingin mencintaimu sebesar bulan. Kau tau, Bulan itu hanya sejempol". Aku tergelak tak percaya mendengarnya. Kau mengangkat ibu jariku ke arah bulan. Lalu memintaku memicingkan sebelah mata. Ia, aku menemukan bulan hanya sejempol, sayang.
Perempuan itu akan datang. Perempuan setelahku. Aku paham jika satu saat ia akan datang menggantikan karena kau juga tak mungkin akan selalu menapak hari sendirian. Namun, aku tak pernah tahu kalau ia akan membuatmu seterluka ini. Aku berduka mengenangnya. Memang, tak ada yang sempurna dalam kehidupan. Begitupun aku. Maka, jangan pernah menjadikan Aku sebagai tolak ukur untuk mencari penggantiku, karena setiap orang tak pernah sama. Mari membuka diri, sayang.
Kenangan tetaplah akan selalu menjadi milik kita. Kau tak perlu menyimpannya di sembarang tempat. Cukup di hati, karena kenangan itu akan mengekal. Di tempat terjauh sekalipun, aku juga akan tetap mengenangmu. Percayalah, aku selalu sangat dekat di hatimu. Saat Kau mengingatku, yakinlah bahwa kedekatan itu sama dengan yang selama ini kita rasakan sebelum perpisahan.
Banda Aceh, 11 April 2012 01;46
NB; Cerpen yang Tak Terkirimkan

