Senja
membayang pada langit sore. Memayungi berbondong burung yang pulang ke sarang. Angin mendesau pelan dari
arah pantai. Menyibak pelan bagian bawah kemeja Qabil yang masih berdiri
menunggui matahari tenggelam. Petang ini adalah petang ke sekian yang tak terhitung
saat ia menatapi pantai dengan pandangan kosong, melihat bola merah di ujung
barat. Ia seperti sedang menunggui seseorang yang tak kunjung datang. Beberapa
pasang remaja terlihat bergandengan tangan mesra tak jauh dari tempatnya. Sama
seperti Qabil, menatapi bola raksasa yang akan dipeluk langit.
Entah
mengapa ia merasa sore ini akan menjadi sore terakhir ia berdiri di sini. Ia
merasa lelah. Lelah menunggu sesuatu yang tak pernah ada dan tak datang
untuknya. Ia lelah pada permintaan Sarah sebelum pergi.
"Berjanjilah,
bahwa pada senja-senja yang akan datang kau akan berdiri menungguiku di sini."
Ia hanya mengangguk, lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sesuatu.
Awalnya,
Qabil memang tak pernah ingin datang ke pantai. Itu sangat aneh menurutnya.
Berdiri, menatap, lalu pulang. Untuk apa?
Toh itu hanya membuang waktu. Harusnya seusai kantor ia bisa langsung pulang,
mandi, istirahat. Ya, ia memang tak pernah ke pantai seminggu dua minggu
setelahnya. Namun, pada hari-hari selanjutnya ia seperti kehilangan sesuatu. Ia
seperti kehilangan hal yang paling dekat dengannya, sangat dekat. Ia tau, Ia
tak menemukan Sarah dalam hari-harinya.
Dengan
terburu, ia menghidupkan Laptop, membuka folder-folder, tapi ia tak menemukan
gambar Sarah. Qabil menyesal tak pernah menyimpannya selembarpun.
Sore
berikutnya, ia datang ke pantai, menatap senja, menunggui Sarah datang. Ia
berharap dapat menghilangkan rasa ‘hilang’ itu. Ia benci keadaan ini, karena
saat mengenang seperti ini, ia tak tau harus bagaimana. Ia hanya mampu
menggambar wajah Sarah pelan-pelan pada gurat senja yang akan hilang. Ia hanya
bisa mengingat senyum terakhir Sarah saat mengucapkan selamat tinggal. Hanya
itu.
Senja
hari itu berlanjut hingga senja selanjutnya, lalu senja-senja seterusnya. Sarah
tak jua datang.
---
Ia
mengenal Sarah pada tahun ke empat kuliahnya. Pada satu petang di depan mesjid
kampus. Sebelumnya, ia telah membuat janji untuk bertemu seorang teman. Qabil
menunggunya di tangga mesjid. Tiga puluh menit kemudian, Sarah yang datang.
Teman yang ditunggu harus buru-buru pulang karena ada urusan penting, lalu
terpaksa menitipkan pesan pada Sarah. Jadilah mereka bertemu, lantas
berkenalan.
Bagi
Sarah, Qabil adalah kakak tingkat yang istimewa. Sarah kagum dengan
prestasi-prestasi Qabil, kagum pada kemandirian Qabil, Sarah kagum pada semua
hal yang dimiliki Qabil. Hingga akhirnya semua kekaguman itu bermuara pada satu
kata, Cinta. Ya, Sarah mencintai Qabil. Sayangnya, ia tak pernah mencintai Sarah
seperti Sarah mencintainya dengan cinta yang penuh. Seperti Sarah mengaguminya
meski ia dalam keadaan bagaimanapun. Seperti Sarah yang tak pernah lelah
memahaminya. Ia menyesal kenapa harus mencintai Sarah pada saat Sarah harus
pergi meninggalkannya. Saat beberapa hari sebelum Sarah mengucapkan perpisahan.
---
Qabil
menghela nafas, lalu beranjak beberapa langkah ke depan. Tampak beberapa remaja
sudah akan meninggalkan pantai. Hari semakin gelap, senja sudah tenggelam
seluruhnya. Tiba-tiba Qabil teringat saat senja terakhirnya bersama Sarah, Ia
mengatakan satu hal yang pelik untuk dipahami,
"Qabil,
Aku seperti menuju senja. Seperti tak kembali. Padahal aku sangat ingin di
sini. Di sampingmu"
Ya,
Sarah memang tak pernah kembali padanya. Qabil yakin, ia harus pulang dan tak
kan pernah kembali.
"Aku
tau, Kau selalu datang Qabil", Ia menoleh, melihat ke belakang, berharap
Sarah datang pada akhirnya. Namun, ia hanya menemukan sepi. Sendiri.
---
Banda Aceh, 25 Juni
2012
Untuk
Khalil dan Sarah
Tugas KJ Minggu ke-2

