Rabu, 17 Oktober 2012

SURAT UNTUK PAPA DI SURGA




“Ma, Papa kemana cih??”, pertanyaan yang berulangkali diajukan oleh Reyvi, adik kecilku yang berumur lima tahun. Mama bungkam. Hanya tetes-tetes air mata yang mengalir di pipinya. Kudekati Reyvi,
“Dek, Papa udah pergi jauuuh sekali. Ke awan sana!”, kataku sambil menunjuk ke arah awan yang sedang berarak-arakan di langit tinggi yang maha luas. Dia tersenyum,
“Sekarang, Reyvi jangan tanya itu lagi ya, nanti mama sedih. Minta maaf sama mama”. Dia mendekat
“Maafin Reyvi mama ya!”. mama hanya mengangguk, lalu menghapus sisa air mata di pipinya.
Kejadian seminggu yang lalu masih terekam rapi dan bagus dalam ingatanku  ketika papa keluar dari kantor. Sebuah jeep berhenti dari jarak tidak begitu jauh dari papa. Seorang dari mereka menarik picu pistolnya. Aku berteriak, namun jeritanku ditelan oleh suara letusan pistol. Papa roboh, dengan darah yang mengucur deras dari dadanya. Aku berlari meninggalkan pak sopir yang sudah kegugupan,
“Pa.. jangan tinggalkan Vika!”. Aku memangku papa.
“Vi.. ka.., jag.. jagggaa mamma… dan Re…yvi” Itu pesan terakhir papa. Papa merenggangkan nyawanya dari jasad.  Begitu tragis kematian papa. Aku tau, mama sangat terpukul, sedangkan Reyvi tidak tau apa-apa.

Kuperhatikan mama yang sudah rapi dengan seragam putihnya hendak ke rumah sakit. Ia melihat ke arahku duduk yang sedang sarapan pagi bersama Reyvi. Ada butiran bening yang mengalir dari pipi halus mama. Aku lupa, kalau sekarang aku sedang duduk di kursi papa. Mungkin mengingatkan mama pada papa. Lagi pula, wajah papa terjiplak habis-habisan padaku, putri pertama mereka. mama menghapus air matanya, dan mendekat ke arah kami.
“Ma, Reyvi biar pergi sama Vika aja ya.” aku meminta persetujuan Mama. Dia hanya mengangguk. Itu cukup menjadi jawaban untukku. Sekolahku memang dekat dengan TK Reyvi dan juga kantor papa. Akh.. papa, Vika rindu. Vika juga bangga punya papa yang rela mati demi membela kebenaran.

Dua tahun sudah berlalu sejak kematian papaku yang tragis. Aku sudah di bangku kuliah semester satu UI. Mama menginginkan aku jadi dokter. Tapi tidak, aku akan menjadi pengacara, seperti papa. Tekadku sudah bulat. Aku adalah Revinska Afril Lavinza. Putri seorang pengacara.
Reyvi sedang tertidur di kamarnya karena kelelahan. Ada kertas di tangannya. Ku tarik pelan-pelan agar ia tidak terbangun. Aku membaca huruf-huruf yang mulai rapi itu.


Untuk:
             Yang selalu kurindukan,
             Papaku di Surga

Assalamualaikum..
Papa, apa kabar? Reyvi baik-baik aja disini. Begitu juga dengan kak Vika dan Mama. Kami rinduu.. sekali pada Papa.
Pa, sekarang Reyvi sudah kelas dua SD. Kak Vika juga sudah kuliah. Dia ingin seperti Papa, jadi pengacara. Kalau kak Vika jadi pengacara, Reyvi jadi dokter aja papa ya? biar sama kaya mama.. . Boleh papa ya?
Pa, kalau nanti Reyvi tamasya ke surga, kita jalan-jalan ya. keliling sama kak Vika dan Mama. Papa, Reyvi pernah lihat kak Vika lagi salat tengah malam, dia nangis. Kak Vika doain papa di surga. Reyvi juga ada doain papa habis salat. Mama yang ngajarin Reyvi salat. Kak vika juga ajarin Reyvi baca doa. Reyvi juga pake kerudung.. taraaa. Papa banggakan punya putri cantik kaya Reyvi? Papa sayang Reyvi kan? Papa juga sayang sama kak Vika dan Mama kan? Oh ya pa, Reyvi juga belajar baca iqro’..
Pa, Reyvi gak tau harus ngirim surat ini lewat siapa. Lewat pak pos? nanti Reyvi coba deh. Kalau gak bisa, biar Reyvi aja yang antar ke surga papa. Tunggu Reyvi, pa ya.
Papa, udah dulu ya. Reyvi udah capek. Kata mama, Reyvi jangan kecapekan, asma Reyvi kumat. Kalau asmanya lagi kumat, sakiiit banget. Pa, salam untuk semua orang di surga ya. Reyvi mau jadi penghuni surga juga. Hehehe..

Peluk cium,
             Reyvinsta nya papa 



Air mataku telah membasahi surat Reyvi. Rabbi, alangkah rindunya adikku pada papa. Kulihat tubuhnya menggeliat, ia tersenyum dalam tidur. Ah.. adikku, mimpi apa sayang? Dia terbangun,
“Kak Vika, papa jemput Reyvi, ngajak jalan-jalan ke surga Firdaus katanya. Reyvi ikut papa ya. reyvi mau pamit sama mama.”
Ia berlari menuruni tangga untuk menuju ke arah dapur.
“Reyvi, jangan lari. Awas jatuh!” Teriakanku terlambat. Tubuhnya terguling dengan cepat di tangga.
“Mamaaa,, Reyvi, maa… ” aku berteriak. Mama lalu berlari ke arah tangga masih dengan celamik di badannya. Mama berteriak histeris. Reyvi pingsan.
Bau obat rumah sakit terhirup di alat pernafasanku. Sudah dua jam kami menunggu Reyvi sadar. Tapi ia belum juga sadar. Mama tidak dapat berbuat apa-apa. Tidak lama kemudian,
“Mama…” Reyvi mendesah pelan. Mama membelai rambutnya.
“iya sayang.. ini mama.”
“Ma.. Reyvi lihat papa. Kak Vika.. papa ajak Reyvi ke surga. Reyvi pergi ya”. mama menangis terisak. Sebuah isyarat kalau Reyvi akan pergi. Beberapa menit kemudian, Reyvi mulai kelihatan susah bernafas,
“Dek.. Ingat sama Allah, sayang” aku berbisik
Reyvi menghembuskan nafas terakhirnya. Ah, adikku. Begitu cepat kau susul papa.
“Vika, mama gak sanggup” kata mama sambil terisak
“Reyvi sudah tenang, mama”
Malamnya, kubacakan sekali lagi surat Reyvi untuk papa. Ah.. Reyvi sudah tibakah engkau di tempat papa? Sekarang kak Vika kangen.. sekali sama Reyvi. Air mataku menetes. Rabbi, tabahkan hati. Dua orang yang sangat kucintai telah pergi. Semoga tidak yang satu lagi. Biarkan aku membahagiakannya, memberikan yang terbaik untuknya. Karena saat ini yang aku hanya punya dia dan Engkau. Kabulkan doaku.
Pemakaman sudah usai. Mama dan aku masih duduk di samping kuburan Reyvi, tepatnya di samping kuburan papa.
“Ma, kita pulang yuk!” aku menyentuh pundak mama. Mama hanya mengangguk. Kuletakkan surat Reyvi untuk papa di samping nisannya.
“Salam untuk papa ya, dek”, bisikku pelan
Angin sepoi membuat ranting kamboja bergoyang, burung-burung bersiul merdu seperti mengantar Reyvi ke lain dunia. Mengucapkan selamat berpisah untuk adindaku tersayang. Reyviku, selamat jalan.





Langsa, 05 September 2005





Quote

Quote

Total Pageviews