Saya tak pernah marah sekali pun jika
teman-teman mengatai saya gila atau semacamnya setiap kali bertemu atau
melewati sepasang anak kembar. Saya langsung “peu sa dua”[1],
terserah mereka akan mengatakan apa. May
Gila, May stress, May gak waras atau apa lah. Saya tak peduli. Saya suka,
saya gila, saya berambisi pada anak kembar.
Anehnya, saya tak ingat kapan saya mulai suka
dan gila pada yang namanya kembar. Seingat saya, mungkin dari SMP atau SMA
karena teman-teman saya di sekolah dulu masih ingat sampai sekarang kalau saya
sangat ingin memiliki si kembar suatu hari. Saya hanya menanggapi dengan senyum
jika mereka bersenda bahwa itu tak akan nyata. Ketika mulai kuliah, rasa suka
itu masih saya simpan. Setiap teman membuka laptop saya, mereka akan menemukan twins di desktop laptop saya, lalu ada
banyak foto-foto dan video bayi kembar di folder saya. Semua mencemooh
mengatakan itu tak mungkin, saya hanya tersenyum. Lama kelamaan kok mereka
makin suka dengan bayi-bayi kembar saya di gambar dan mulai pengen punya satu
hari? Aneh!!
Berawal dari rasa ingin tahu dan ingin punya twins, saya sampai browsing cara untuk
memilikinya. Semua info saya lahap, sampai harus mengonsumsi apa, pokoknya
semua hal-hal yang berkaitan dengan si kembar. Saya excited ketika lihat hal-hal tentang kembar, bajunya, sepatunya, topinya.
Rasanya kayak ada gelembung-gelembung di perut saya, menjalar hingga wajah lalu
menarik dua ujung bibir saya membentuk senyum.
Bagaimanakah lagi ketika satu waktu Tuhan
menjawab doa saya tentang mereka, mengabari saya lewat tanda-tandaNya, lalu
Tuhan menghadirkan mereka untuk saya peluk, saya cium sepuas hati, saya pangku,
saya tatap mata-mata mereka, saya kagumi dan saya sanjung saban hari. Saya
yakin, waktu itu akan datang. Ya Allah, tolong jawab doa saya J
Dari Nyanyak, untuk Rayyan-Zayyan.
[1] Mengatakan sa-dua-lhee-peut-limong-nam-tuuujoh
dalam bahasa Aceh yang kadang dipercaya dapat mengabulkan harapan.

