Kamis, 12 April 2012

DILEMA;


Zafra benar-benar gelisah hari ini. Ia tak yakin bisa memutuskan sebuah persoalan sulit ini dengan cepat. Meskipun mereka sedang menunggu jawabannya. Ia tak yakin dengan perasaannya, dengan rasa yang tiba-tiba hadir sehingga harus mengancam hubungannya dengan Akbar, sang aktivis kampus.
Zafra meraih sehelai kertas lalu mulai mencoretinya pelan, menuliskan nama Akbar dan Ridha bergantian. Ia bingung harus memilih yang mana.

Ridha,
Zafra mengenal pemuda itu suatu saat ketika ia tanpa sengaja sedang berlayar di dunia maya. Ridha menyapanya hangat. Zafra telah terlebih dahulu mengenal sosok Ridha yang legendaris di kampus karena kepiawaiannya dalam menoreh kata-kata indah dalam sajak, novel dan essai di beberapa media lokal dan luar. Zafra suka membaca tulisan-tulisan Ridha. Cerdas, kritis dan dahsyat. Sebenarnya tak banyak yang ia tahu tentang seorang Ridha Maulana. Zafra tahu kalau Ridha juga seorang anak dari kampung yang jauh datang ke kota untuk menimba ilmu. Tak jauh beda dengannya. Zafra juga datang dari sebuah kampung.
Semasa kuliah dulu, Zafra tak pernah bertemu dengan Ridha secara langsung dan menegur ketika menjumpainya. Malah ketika Ridha telah menamatkan sarjananya, mereka memulai perkenalan yang hangat itu.
Zafra menghela nafas. Memang, Ia pernah berandai-andai jika suatu saat akan menikah dengan penulis. Menikah dengan sesama penulis, tepatnya-karena ia memang suka menulis. Itu dulu, sebelum ia bertemu dengan Akbarnya yang sangat santun dan baik. Zafra berharap bisa saling mengurai kisah-kisah tentang mereka dalam sebuah tulisan yang nantinya dibaca oleh banyak orang dan mereka akan terkesima membaca setiap bait cinta yang terangkum dalam tulisan mereka.

Akbar
Zafra berjumpa Akbar di tahun kedua perkuliahannya. Ia melupakan semuanya. Termasuk bercita-cita mendapat jodoh “sang penulis”. Karena Zafra yakin, setiap saat bersama Akbar telah tercatat sejarah indah sendiri bagi mereka. Tak perlu ditulis lagi. Cukup dinikmati saja. Zafra telah sangat bahagia memiliki Akbar.
Ia sangat menyukai setiap kali Akbar menawarkan senyum tentram ketika awal bertemu. Tak ada sapaan untuk Zafra. Mereka hanya saling melempar senyum terkulum dengan agak malu. Zafra begitu mengingat momen-momen yang menjadi awal perbincangan mereka. Tawa lepas Akbar yang jarang ia dapati sehari-hari. Masalah-masalah Akbar yang bertumpuk tapi ditutupi dengan senyumnya. Sikap Akbar yang santun pada setiap orang yang ditemuinya. Hingga akhirnya, Zafra Medina lah yang memenangkan hati Akbar. Ia menduduki tempat teratas untuk Akbar. Pacar pertama.
Zafra melewati semua harinya dengan Akbar, menyambung rindu-rindu mereka menjadi bulan-bulan bahagia untuk dinikmati. Zafra membuang “mimpi penulisnya”. Ia telah menemukan seorang yang menulis catatan luka dan bahagia untuknya, Akbar Syauqi.

Zafra kembali menarik nafas panjang. Sebenarnya tak ada yang harus dipikirkan lagi. Akbar dengan seribu kebaikan dan keikhlasannya menemani tiap lekuk hari yang tak selalu lurus tuk dihadapi. Akbar juga melekatkan lencana kepercayaan di bahunya. Agar Zafra tak terkekang dengan hubungan mereka.
Akbar yang tak tahu harus digelari apa lagi dengan semua yang telah ia berikan. Mereka telah saling mengabdikan diri untuk terus bersama, ia dan Akbar telah mensketsa rumah impian mereka. Memberi nama untuk anak-anak mereka kelak. Saling mendoakan supaya dianugerahi sepasang kembar. Sebuah kehidupan yang sangat indah.
Zafra tahu harus memilih siapa. Ia yakin.
Suara handphone di sisi meja mengejutkannya. Sebuah nama muncul di layar. “Ridha Maulana”.

Rukoh, 11 November 2010
Iseng pengen cerita..

Quote

Quote

Total Pageviews