Zafra benar-benar
gelisah hari ini. Ia tak yakin bisa memutuskan sebuah persoalan sulit ini
dengan cepat. Meskipun mereka sedang menunggu jawabannya. Ia tak yakin dengan
perasaannya, dengan rasa yang tiba-tiba hadir sehingga harus mengancam
hubungannya dengan Akbar, sang aktivis kampus.
Zafra meraih
sehelai kertas lalu mulai mencoretinya pelan, menuliskan nama Akbar dan Ridha
bergantian. Ia bingung harus memilih yang mana.
Zafra mengenal
pemuda itu suatu saat ketika ia tanpa sengaja sedang berlayar di dunia maya.
Ridha menyapanya hangat. Zafra telah terlebih dahulu mengenal sosok Ridha yang
legendaris di kampus karena kepiawaiannya dalam menoreh kata-kata indah dalam sajak,
novel dan essai di beberapa media lokal dan luar. Zafra suka membaca tulisan-tulisan
Ridha. Cerdas, kritis dan dahsyat. Sebenarnya tak banyak yang ia tahu tentang
seorang Ridha Maulana. Zafra tahu kalau Ridha juga seorang anak dari kampung
yang jauh datang ke kota untuk menimba ilmu. Tak jauh beda dengannya. Zafra
juga datang dari sebuah kampung.
Semasa kuliah dulu,
Zafra tak pernah bertemu dengan Ridha secara langsung dan menegur ketika
menjumpainya. Malah ketika Ridha telah menamatkan sarjananya, mereka memulai
perkenalan yang hangat itu.
Zafra menghela
nafas. Memang, Ia pernah berandai-andai jika suatu saat akan menikah dengan
penulis. Menikah dengan sesama penulis, tepatnya-karena ia memang suka menulis.
Itu dulu, sebelum ia bertemu dengan Akbarnya yang sangat santun dan baik. Zafra
berharap bisa saling mengurai kisah-kisah tentang mereka dalam sebuah tulisan
yang nantinya dibaca oleh banyak orang dan mereka akan terkesima membaca setiap
bait cinta yang terangkum dalam tulisan mereka.
Akbar
Zafra berjumpa
Akbar di tahun kedua perkuliahannya. Ia melupakan semuanya. Termasuk
bercita-cita mendapat jodoh “sang penulis”. Karena Zafra yakin, setiap saat
bersama Akbar telah tercatat sejarah indah sendiri bagi mereka. Tak perlu
ditulis lagi. Cukup dinikmati saja. Zafra telah sangat bahagia memiliki Akbar.
Ia sangat menyukai
setiap kali Akbar menawarkan senyum tentram ketika awal bertemu. Tak ada sapaan
untuk Zafra. Mereka hanya saling melempar senyum terkulum dengan agak malu.
Zafra begitu mengingat momen-momen yang menjadi awal perbincangan mereka. Tawa
lepas Akbar yang jarang ia dapati sehari-hari. Masalah-masalah Akbar yang
bertumpuk tapi ditutupi dengan senyumnya. Sikap Akbar yang santun pada setiap
orang yang ditemuinya. Hingga akhirnya, Zafra Medina lah yang memenangkan hati
Akbar. Ia menduduki tempat teratas untuk Akbar. Pacar pertama.
Zafra melewati
semua harinya dengan Akbar, menyambung rindu-rindu mereka menjadi bulan-bulan
bahagia untuk dinikmati. Zafra membuang “mimpi penulisnya”. Ia telah menemukan
seorang yang menulis catatan luka dan bahagia untuknya, Akbar Syauqi.
Zafra kembali
menarik nafas panjang. Sebenarnya tak ada yang harus dipikirkan lagi. Akbar
dengan seribu kebaikan dan keikhlasannya menemani tiap lekuk hari yang tak
selalu lurus tuk dihadapi. Akbar juga melekatkan lencana kepercayaan di
bahunya. Agar Zafra tak terkekang dengan hubungan mereka.
Akbar yang tak tahu
harus digelari apa lagi dengan semua yang telah ia berikan. Mereka telah saling
mengabdikan diri untuk terus bersama, ia dan Akbar telah mensketsa rumah impian
mereka. Memberi nama untuk anak-anak mereka kelak. Saling mendoakan supaya dianugerahi
sepasang kembar. Sebuah kehidupan yang sangat indah.
Zafra tahu harus
memilih siapa. Ia yakin.
Suara handphone di
sisi meja mengejutkannya. Sebuah nama muncul di layar. “Ridha Maulana”.
Rukoh, 11 November
2010
Iseng pengen
cerita..

