Kamis, 12 April 2012

Sekelumit Tentang Qeysha

Aku masih menatap hamparan pasir putih di hadapanku, ombak laut yang kadang menggulung-gulung dan camar yang bernyanyi indah terbang di atasnya. Sesekali kibasan ombak menjulurkan lidahnya ke dekatku. Saat seperti sekarang mengingatkan Aku padamu, saat-saat kebersamaan kita yang sungguh indah. Aku masih ingat, ketika Engkau bercerita tentang cita-cita kita, klinik kecil yang akan kita bangun bersama dan semua mimpi-mimpi kita..
“ Nay, kalau entar kita Gede’ dan udah jadi dokter, kita diriin klinik ya. Terus, kita berdua kerja di situ !!”, tatapanmu penuh harap ke arahku
” Iya. Tapi, hati-hati loch. Entar pasiennya banyak yang ngantri di tempat Aku, kan Bu’ Dokternya cantik. Hehee..”, tawaku lepas saat itu. Tapi, Aku berhenti ketika kulihat senyum di wajah mungilmu hilang.
” Deeu…gitu aja marah. Gak kok, Cuma becanda aja”, Aku menarik hidungmu.
“ Nay.. sakit !!! awas ya…!, kau bangun dan mengejarku yang sudah lebih dulu lari menjauh menghindari cubitanmu. Hingga akhirnya Aku jatuh di atas pasir putih ini. Tempat saat ini yang Aku duduki untuk mengenangmu.
           
Dulu, saat kau dan Aku masih bersama. Setiap Minggu kita selalu ke sini. Saat matahari tenggelam, kita menatap dengan takjub, berdiri di tepi pantai sambil menunggu magrib, sambil menghitung camar-camar yang pulang ke rumahnya. Kemudian baru magrib berjama’ah, kadang Aku yang mengimami dan kadang juga Engkau. Lalu dengan diterangi lentera, kita membaca surat cinta-Nya, rentetan huruf yang penuh makna kita eja bersama. Sungguh indah…bersama suara deru ombak dan belai lembut angin laut..
Kenangan itu tak pernah hengkang dari pikiranku.

***

Kisah kita bermula ketika hari pertama sekolah SD. Duh, kita masih sangat imut saat itu. Engkau dalam balutan jilbab mungilmu, dan Aku juga.
“ Ayo kenalan..!!”, bunda menoleh ke arahku dan Engkau bergantian. Mamamu juga tersenyum melihat sikap kita yang malu-malu.
“ Namaku Nayla. Nayla Asyrava”, kuhulurkan tanganku ke arahmu
Dengan cepatnya, kau menarik uluran tanganku. Tanpa malu-malu lagi
“ Aku, Natasha Qarisa. Panggil Aku Qesya ya !!”
Aku mengangguk kuat, “ iya !!” bunda dan mamamu tertawa
Dan persahabatan itu kita mulai..
Cerita kita semakin indah ketika sama-sama memilih sekolah lanjutan yang sama. Bahkan selalu pada kelas yang sama. Saat kita dibagi kelas terpisah, maka kita selalu berusaha menemui bagian pengajaran dan minta satu kelas. Sampai banyak teman yang mengatakan, “Nayla-Qesya” sepasang kembar yang beda ibu. Ya..kita sama-sama suka dengan apa yang mereka katakan, karena kita selalu menganggap bahwa kita memang saudara.
Kita berdua adalah sepasang si tunggal yang tidak punya adik kakak.

***

Masa SMA adalah masa paling indah yang kita lewati. Ada banyak cerita yang kita ukir di atas kanvas kehidupan. Saat kau mulai jatuh cinta pada salah seorang kakak senior ketika MOS. Dan Aku harus selalu menjadi pendengar setia untuk semua cerita harianmu tentangnya. Kurasa, Engkau adalah sosok yang sangat perhatian pada orang lain. Kadang, untuk kak FaruQ sampai hal warna kaos kakinya kamu tau, kamu hafal kapan jadwalnya ia main basket, masuk ruang OSIS, ikut latihan Taekwondo. Bahkan kau pernah mati-matian belajar merajut syal pada bundaku hanya untuk kak FaruQ. Oh Tuhan, sampai kau juga ingat berapa detik lagi kak FaruQ akan melewati kelas kita. Qesya, Engkau begitu mengagumi kak FaruQ. Tapi, semuanya hancur ketika Engkau tau, bahwa ia selalu memperhatikanku, ia mencari perhatianku, selalu meletakkan sehelai kertas di laci mejaku dengan ucapan, “ Met pagi, bidadariku “, selalu tersenyum ketika berpapasan denganku yang kau kira adalah senyuman untukmu. Semuanya terjawab, ketika kak FaruQ mengungkapkan perasaannya padaku di hadapanmu. Ia dengan senyumnya yang sempat meluluhkan hatimu mengatakan semuanya,
“ Nayla, kamu bidadari yang Aku kagumi dalam hatiku, tanpa seorang pun yang tau selain Aku dan Tuhan “
Qesya, Aku bisa melihat luka hebat di matamu, tangismu tertahan. Aku mampu mendengar gemuruh dalam hatimu. Sungguh, Aku begitu takut. Aku juga hancur sepertimu…
“ maaf..!!”, suaramu tertahan lalu meninggalkanku. Berlari, terus dan terus. Entah kemana. Sya, maafkan kak FaruQ !!. maafkan Aku juga

Tak ada tempat lain yang akan kau datangi selain pantai kita. Aku bisa mendengar teriakmu, tangismu, jeritan kepedihanmu. Sya, kau sungguh sakit. Walaupun berat, ku coba untuk mendekat. Karena ku yakin, Aku tak pernah hadir dalam wujud yang berbeda untukmu. Aku adalah Naylamu.
“ Sya …” panggilku pelan
Engkau diam. Matamu tak lepas dari laut, ombak yang menggulung. Pandanganmu tajam. Entah benci, entah marah, entah apa…
“ Sya…, Qesya !!”, tanganku bergetar di pundakmu
Tiba-tiba Engkau berbalik dan memelukku kuat. Tangismu pecah dalam rengkuhku
“ Nay, Aku sakit ! Aku sakit !”
“ ya, Aku tau. Engkau terluka. Kak faruQ bukan segalanya, sya !.”, Aku mengelus lembut kepalamu yang dibaluti jilbab putih.
“ Percayalah, Aku tidak akan memilihnya”. Aku memejamkan mataku, mencoba meyakinkan perasaanku sendiri.
Oh, mungkinkah ?? tapi, ia pangeran masa kecilku.

***
           
Setahun setelah kejadian itu, musibah lain datang tiba-tiba. Sya, Engkau semakin terluka ketika papamu pergi untuk selama-lamanya darimu. Tuhan belum berhenti mencobaku, itu yang Engkau katakan ketika kutemukan Engkau menangis lagi di pantai. Hatimu sudah sangat terluka dibandingkan saat dulu kau kecewa dengan kak FaruQ.
“ Nay, Aku gak punya papa lagi.”, Engkau menumpahkan uneg-unegmu atas pundakku, dalam peluk hangat persahabatan kita.
“ Ayahku adalah ayahmu, sya !!. kita sama”, Aku juga ikut terharu bersamamu. Kita biarkan riak-riak kecil menjilati kaki kita. Persahabatan kita indah, sya. Terikat kuat oleh tali ukhuwah yang abadi. Tak putus dan renggang.
           
Harimu mulai suram. Tawamu hilang, Engkau lebih sering di pantai setelah pulang sekolah. Bercerita pada pantai tentang kerinduan pada papa yang kau rasa, merasakan peluk papamu walau lewat angin. Qesya, Engkau mulai labil. Namun, walaupun demikian Aku dengan segenap tenaga yang kupunya mencoba menarikmu dari kesedihan. Hingga akhirnya, kulihat tawa bahagia ketika kita sama-sama lulus SMA. Setidaknya, hari ini papaku ikut bahagia, ungkapmu kala itu.

***

Kita mulai jauh ketika akan memasuki kuliah, Engkau lebih memilih untuk kuliah di Jakarta, tinggal bersama eyang putrimu yang sudah tua. Aku juga ikut bangga, meskipun harus jauh denganmu. Calon ibu dokter akan meninggalkanku. Ia, kau lulus di fakultas kedokteran. Sedangkan Aku sudah cukup bahagia diterima di fakultas teknik arsitektur.

Sebelum pergi, kita sempat ke pantai dan kau lingkarkan syal yang akan kau berikan untuk kak FaruQ di leherku. Aku menatapmu penuh tanya,
“ Sya, untuk apa??”
“ ngejagain kamu saat Aku gak ada..”, kau memelukku lebih erat, lebih lama.
Pelukanmu mengendur dan kau rogohkan tanganmu ke saku.
“ Ini…! Kalau kangen baca di sini ya..!!”, kau melihat jauh ke arah ombak
“ Aku akan sangat ngerinduin kamu, Nay !”, Engkau kembali memelukku. Aku semakin heran dengan apa yang kau lakukan. Kemudian Engkau pergi, tanpa menoleh lagi ke belakang. Aku tau, karena Engkau tak sanggup melihatku. Aku ikhlas, Sya. Pergilah….

Sya, bumi benar-benar berhenti dari putarannya. Langit hatiku mendung dan bergerimis. Kau benar-benar meninggalkanku, bukan ke Jakarta. Tetapi ke alam yang tak pernah bisa kujumpai lagi sosokmu. Ternyata, itu adalah pelukan terakhirmu untukku sebelum kau pergi untuk selamanya. Kamu kecelakaan ketika berangkat ke Jakarta. Semua berduka, Sya. Mamamu meraung memanggilmu, Aku terdiam dalam luka hebat di hatiku. Engkau pamit padaku untuk selamanya. Padahal, Aku sangat berharap Engkau akan kembali lagi. Padahal, Aku telah merancang klinik kecil impianmu yang belum sempat kutunjukkan karena masih kusketsa di kertas buram. Sya, secepat itu kau pergi.

***

Hari ini adalah Minggu ke-240 mu. 5 tahun telah Aku lewati sendiri. Tanpamu, tanpa sahabat terbaikku. Kubuka kembali surat terakhirmu yang sudah lusuh karena sering kubaca dan kubawa kemana-mana.
“ Ini.. kalau kangen baca di sini ya..!”, katamu kala itu
Aku menelusuri kembali tiap baris tulisanmu. Isinya telah kuhafal dalam ingatanku.

Dear :
            Nayla, hatiku.
            Yang sangat lembut akhlaqnya

Nay, tiap tetes kebahagiaan yang kita kecap, itu adalah anugerah paling besar dari Sang Khaliq. Dan hidup ini terlalu banyak puzzle ya, Nay. Aku kelelahan menyusunnya, ia berserakan. Tetapi, karena itulah hidup akan menjadi lebih bermakna, di mana kita akan menyibak rahasia-rahasia hidup, mencari kesejatian diri seorang hamba, menggali potensi dalam luasnya alam dan belajar membaca kitab kehidupan.
Nay, pergi bukan berarti hilang dari hati. Tapi, Aku gak akan pergi kemana-mana, lagi pula Aku juga telah mengikat nama kita berdua di atas Aras cinta bernama Persahabatan.
Nay, yakinlah. Hanya setelah gelap kita dapat melihat bintang, hanya setelah hujan kita dapat melihat pelangi, dan hanya rasa kehilangan yang membuat kita mengerti arti rasa memiliki.

Nay, Aku pergi. Tapi, gak akan pernah keluar dari hatimu kok. Yakinlah…
Makasih….

Luv you,

Qesya

Aku masih disini, sya…, sedang mengingat semua kisah antara kita..
Dalam sepi yang tiada berujung..
Begitu rindu,
Tapi, maafkan aku sya. Aku bersama kak Fairuz disini dan aku yakin kau juga sangat bahagia saat melihatnya menyematkan cincin di jari manisku sebelah kananku setelah penghulu menikahkan kami sore jum’at kemarin.

Banda Aceh, 16 Juni 2009

Quote

Quote

Total Pageviews