Aku
masih menatap hamparan pasir putih di hadapanku, ombak laut yang kadang
menggulung-gulung dan camar yang bernyanyi indah terbang di atasnya. Sesekali
kibasan ombak menjulurkan lidahnya ke dekatku. Saat seperti sekarang mengingatkan
Aku padamu, saat-saat kebersamaan kita yang sungguh indah. Aku masih ingat,
ketika Engkau bercerita tentang cita-cita kita, klinik kecil yang akan kita
bangun bersama dan semua mimpi-mimpi kita..
“
Nay, kalau entar kita Gede’ dan udah jadi dokter, kita diriin klinik ya. Terus,
kita berdua kerja di situ !!”, tatapanmu penuh harap ke arahku
”
Iya. Tapi, hati-hati loch. Entar pasiennya banyak yang ngantri di tempat Aku,
kan Bu’ Dokternya cantik. Hehee..”, tawaku lepas saat itu. Tapi, Aku berhenti
ketika kulihat senyum di wajah mungilmu hilang.
”
Deeu…gitu aja marah. Gak kok, Cuma becanda aja”, Aku menarik hidungmu.
“
Nay.. sakit !!! awas ya…!, kau bangun dan mengejarku yang sudah lebih dulu lari
menjauh menghindari cubitanmu. Hingga akhirnya Aku jatuh di atas pasir putih
ini. Tempat saat ini yang Aku duduki untuk mengenangmu.
Dulu,
saat kau dan Aku masih bersama. Setiap Minggu kita selalu ke sini. Saat
matahari tenggelam, kita menatap dengan takjub, berdiri di tepi pantai sambil
menunggu magrib, sambil menghitung camar-camar yang pulang ke rumahnya.
Kemudian baru magrib berjama’ah, kadang Aku yang mengimami dan kadang juga Engkau.
Lalu dengan diterangi lentera, kita membaca surat cinta-Nya, rentetan huruf yang penuh
makna kita eja bersama. Sungguh indah…bersama suara deru ombak dan belai lembut
angin laut..
Kenangan
itu tak pernah hengkang dari pikiranku.
***
Kisah
kita bermula ketika hari pertama sekolah SD. Duh, kita masih sangat imut saat
itu. Engkau dalam balutan jilbab mungilmu, dan Aku juga.
“
Ayo kenalan..!!”, bunda menoleh ke arahku dan Engkau bergantian. Mamamu juga
tersenyum melihat sikap kita yang malu-malu.
Dengan
cepatnya, kau menarik uluran tanganku. Tanpa malu-malu lagi
“
Aku, Natasha Qarisa. Panggil Aku Qesya ya !!”
Aku
mengangguk kuat, “ iya !!” bunda dan mamamu tertawa
Dan
persahabatan itu kita mulai..
Cerita
kita semakin indah ketika sama-sama memilih sekolah lanjutan yang sama. Bahkan
selalu pada kelas yang sama. Saat kita dibagi kelas terpisah, maka kita selalu
berusaha menemui bagian pengajaran dan minta satu kelas. Sampai banyak teman
yang mengatakan, “Nayla-Qesya” sepasang kembar yang beda ibu. Ya..kita
sama-sama suka dengan apa yang mereka katakan, karena kita selalu menganggap
bahwa kita memang saudara.
Kita berdua adalah sepasang si
tunggal yang tidak punya adik kakak.
***
Masa
SMA adalah masa paling indah yang kita lewati. Ada banyak cerita yang kita ukir di atas
kanvas kehidupan. Saat kau mulai jatuh cinta pada salah seorang kakak senior
ketika MOS. Dan Aku harus selalu menjadi pendengar setia untuk semua cerita
harianmu tentangnya. Kurasa, Engkau adalah sosok yang sangat perhatian pada
orang lain. Kadang, untuk kak FaruQ sampai hal warna kaos kakinya kamu tau,
kamu hafal kapan jadwalnya ia main basket, masuk ruang OSIS, ikut latihan
Taekwondo. Bahkan kau pernah mati-matian belajar merajut syal pada bundaku
hanya untuk kak FaruQ. Oh Tuhan, sampai kau juga ingat berapa detik lagi kak
FaruQ akan melewati kelas kita. Qesya, Engkau begitu mengagumi kak FaruQ. Tapi,
semuanya hancur ketika Engkau tau, bahwa ia selalu memperhatikanku, ia mencari
perhatianku, selalu meletakkan sehelai kertas di laci mejaku dengan ucapan, “
Met pagi, bidadariku “, selalu tersenyum ketika berpapasan denganku yang kau
kira adalah senyuman untukmu. Semuanya terjawab, ketika kak FaruQ mengungkapkan
perasaannya padaku di hadapanmu. Ia dengan senyumnya yang sempat meluluhkan
hatimu mengatakan semuanya,
“
Nayla, kamu bidadari yang Aku kagumi dalam hatiku, tanpa seorang pun yang tau
selain Aku dan Tuhan “
Qesya,
Aku bisa melihat luka hebat di matamu, tangismu tertahan. Aku mampu mendengar
gemuruh dalam hatimu. Sungguh, Aku begitu takut. Aku juga hancur sepertimu…
“
maaf..!!”, suaramu tertahan lalu meninggalkanku. Berlari, terus dan terus.
Entah kemana. Sya, maafkan kak FaruQ !!. maafkan Aku juga
Tak
ada tempat lain yang akan kau datangi selain pantai kita. Aku bisa mendengar
teriakmu, tangismu, jeritan kepedihanmu. Sya, kau sungguh sakit. Walaupun
berat, ku coba untuk mendekat. Karena ku yakin, Aku tak pernah hadir dalam
wujud yang berbeda untukmu. Aku adalah Naylamu.
“
Sya …” panggilku pelan
Engkau
diam. Matamu tak lepas dari laut, ombak yang menggulung. Pandanganmu tajam.
Entah benci, entah marah, entah apa…
“
Sya…, Qesya !!”, tanganku bergetar di pundakmu
Tiba-tiba
Engkau berbalik dan memelukku kuat. Tangismu pecah dalam rengkuhku
“
Nay, Aku sakit ! Aku sakit !”
“
ya, Aku tau. Engkau terluka. Kak faruQ bukan segalanya, sya !.”, Aku mengelus
lembut kepalamu yang dibaluti jilbab putih.
“
Percayalah, Aku tidak akan memilihnya”. Aku memejamkan mataku, mencoba
meyakinkan perasaanku sendiri.
Oh,
mungkinkah ?? tapi, ia pangeran masa kecilku.
***
Setahun
setelah kejadian itu, musibah lain datang tiba-tiba. Sya, Engkau semakin
terluka ketika papamu pergi untuk selama-lamanya darimu. Tuhan belum berhenti
mencobaku, itu yang Engkau katakan ketika kutemukan Engkau menangis lagi di
pantai. Hatimu sudah sangat terluka dibandingkan saat dulu kau kecewa dengan
kak FaruQ.
“
Nay, Aku gak punya papa lagi.”, Engkau menumpahkan uneg-unegmu atas pundakku,
dalam peluk hangat persahabatan kita.
“
Ayahku adalah ayahmu, sya !!. kita sama”, Aku juga ikut terharu bersamamu. Kita
biarkan riak-riak kecil menjilati kaki kita. Persahabatan kita indah, sya.
Terikat kuat oleh tali ukhuwah yang abadi. Tak putus dan renggang.
Harimu
mulai suram. Tawamu hilang, Engkau lebih sering di pantai setelah pulang
sekolah. Bercerita pada pantai tentang kerinduan pada papa yang kau rasa,
merasakan peluk papamu walau lewat angin. Qesya, Engkau mulai labil. Namun,
walaupun demikian Aku dengan segenap tenaga yang kupunya mencoba menarikmu dari
kesedihan. Hingga akhirnya, kulihat tawa bahagia ketika kita sama-sama lulus
SMA. Setidaknya, hari ini papaku ikut bahagia, ungkapmu kala itu.
***
Kita
mulai jauh ketika akan memasuki kuliah, Engkau lebih memilih untuk kuliah di
Jakarta, tinggal bersama eyang putrimu yang sudah tua. Aku juga ikut bangga,
meskipun harus jauh denganmu. Calon ibu dokter akan meninggalkanku. Ia, kau
lulus di fakultas kedokteran. Sedangkan Aku sudah cukup bahagia diterima di
fakultas teknik arsitektur.
Sebelum
pergi, kita sempat ke pantai dan kau lingkarkan syal yang akan kau berikan
untuk kak FaruQ di leherku. Aku menatapmu penuh tanya,
“
Sya, untuk apa??”
“
ngejagain kamu saat Aku gak ada..”, kau memelukku lebih erat, lebih lama.
Pelukanmu
mengendur dan kau rogohkan tanganmu ke saku.
“
Ini…! Kalau kangen baca di sini ya..!!”, kau melihat jauh ke arah ombak
“
Aku akan sangat ngerinduin kamu, Nay !”, Engkau kembali memelukku. Aku semakin
heran dengan apa yang kau lakukan. Kemudian Engkau pergi, tanpa menoleh lagi ke
belakang. Aku tau, karena Engkau tak sanggup melihatku. Aku ikhlas, Sya.
Pergilah….
Sya,
bumi benar-benar berhenti dari putarannya. Langit hatiku mendung dan
bergerimis. Kau benar-benar meninggalkanku, bukan ke Jakarta . Tetapi ke alam yang tak pernah bisa
kujumpai lagi sosokmu. Ternyata, itu adalah pelukan terakhirmu untukku sebelum
kau pergi untuk selamanya. Kamu kecelakaan ketika berangkat ke Jakarta . Semua berduka,
Sya. Mamamu meraung memanggilmu, Aku terdiam dalam luka hebat di hatiku. Engkau
pamit padaku untuk selamanya. Padahal, Aku sangat berharap Engkau akan kembali
lagi. Padahal, Aku telah merancang klinik kecil impianmu yang belum sempat
kutunjukkan karena masih kusketsa di kertas buram. Sya, secepat itu kau pergi.
***
Hari
ini adalah Minggu ke-240 mu. 5 tahun telah Aku lewati sendiri. Tanpamu, tanpa
sahabat terbaikku. Kubuka kembali surat
terakhirmu yang sudah lusuh karena sering kubaca dan kubawa kemana-mana.
“
Ini.. kalau kangen baca di sini ya..!”, katamu kala itu
Aku
menelusuri kembali tiap baris tulisanmu. Isinya telah kuhafal dalam ingatanku.
Dear :
Nayla,
hatiku.
Yang
sangat lembut akhlaqnya
Nay, tiap tetes kebahagiaan yang kita kecap, itu
adalah anugerah paling besar dari Sang Khaliq. Dan hidup ini terlalu banyak
puzzle ya, Nay. Aku kelelahan menyusunnya, ia berserakan. Tetapi, karena itulah
hidup akan menjadi lebih bermakna, di mana kita akan menyibak rahasia-rahasia
hidup, mencari kesejatian diri seorang hamba, menggali potensi dalam luasnya
alam dan belajar membaca kitab kehidupan.
Nay, pergi bukan berarti hilang dari hati. Tapi, Aku
gak akan pergi kemana-mana, lagi pula Aku juga telah mengikat nama kita berdua di
atas Aras cinta bernama Persahabatan.
Nay, yakinlah. Hanya setelah gelap kita dapat
melihat bintang, hanya setelah hujan kita dapat melihat pelangi, dan hanya rasa
kehilangan yang membuat kita mengerti arti rasa memiliki.
Nay, Aku pergi. Tapi, gak akan pernah keluar dari
hatimu kok. Yakinlah…
Makasih….
Luv you,
Qesya
Aku masih disini, sya…, sedang mengingat semua kisah antara kita..
Dalam sepi yang tiada berujung..
Begitu rindu,
Tapi, maafkan aku sya. Aku bersama kak Fairuz disini dan aku yakin kau juga
sangat bahagia saat melihatnya menyematkan cincin di jari manisku sebelah
kananku setelah penghulu menikahkan kami sore jum’at kemarin.
.jpg)
